Mungkinkah Politik Uang ; Pemilihan Kepala Desa

Yulianti

OPINI – Secara umum politik uang adalah suatu bentuk pemberian berupa uang, barang atau janji menyuap seseorang supaya orang tersebut tidak menjalankan haknya untuk memilih salah seorang kandidat pada saat pemilihan umum.

Politik uang sebenarnya bertentangan dengan UU No 3 Tahun 1999 Pasal 73 ayat 3 Tentang siapapun pada waktu diselenggarakan pemilihan umum melakukan pemberian atau janji menyuap, akan dipidana dengan hukuman penjara paling lama 3 tahun. Pidana diberikan kepada yang memberi maupun yang diberi. Fenomena politik uang tidak hanya terjadi pada pemilihan umum ditingkat Pusat maupun tingkat Daerah saja, tetapi juga terjadi pada tingkat Pemilihan Kepala Desa.

Dengan persiapan finansial yang sebegitu besar untuk ukuran sebuah jabatan Kepala Desa jelas tidak sebanding dengan apa yang akan didapatkan oleh Kepala Desa terpilih nantinya saat menjabat sebagai Kepala Desa. Jika dihitung dalam angka, jumlah modal finansial yang dikeluarkan dengan apa yang didapatkan seorang kepala desa selama 6 tahun masa jabatan jelas tidak sebanding. Bahkan bisa dikatakan tidak akan kembali modal pada akhir jabatan selama 6 tahun. Hal ini jelas merupakan sesuatu yang tidak rasional.

Menengok pada aspek kesejarahan pemilihan kepala desa yang pernah ada di Kecamatan Muara Bengkal, Khususnya Desa Muara Bengkal Ilir (MBI) yang akan melangsungkan Pemilihan Kepala Desa serentak di Kutai Timur sesuai dengan edaran dari Pemkab Kutai Timur tanggal 18 Oktober 2021, tentu polarisasi akan terlihat pada pelaksanaan pemilihan Kepala Desa yang akan datang.

Hal ini menjadi bahan evaluasi dan pembelajaran saya selama beberapa tahun terakhir mengamati perkembangan Desa tempat saya tinggal yaitu Desa MBI. Ada beberapa hal yang menjadi faktor penghambat dalam perkembangan suatu desa yang dipimpin oleh pemimpin yang dijadikan dengan (Politik Uang) yaitu membeli harga suara rakyat dengan nominal uang. Pertama akan terjadi Korupsi di tingkat desa dengan menekan anggaran pembangunan desa untuk kepentingan pribadi dan kelompok, sehingga skala prioritas desa akan terbangkalai selama masa jabatannya. Kedua akan memberikan dampak negatif dari masyarakat kepada sistem Pemerintahan Desa karna tidak transparan dalam pengelolaannya. Sehingga “Dua” hal ini meruntuhkan kepercayaan publik masyarakat kepada Pemerintah Desa.

Pun, tulisan ini hanya ingin memberi gambaran bahkan mengedukasi akan hal penting kepada masyarakat MBI. Jangan menjual harga diri hanya dengan uang pada ajang (Pilkades) MBI serta jangan ajari kami kaum muda dengan pahaman harus dipilih dengan dengan (Uang). Jika kami kaum muda dikirim belajar ke kota untuk membangun perubahan demi kemajuan desa tempat kami tinggal, maka hal diatas akan bertentangan dengan kami kaum terpelajar dan terdidik. Semoga apa yang di inginkankan masyarakat MBI terwujud dengan terpilihnya Pemimpin (Kepala Desa) yang mampu mengemban amanah masyarakat, karna kami yakin dan percaya bahwa masyarakat MBI adalah masyarakat yang cerdas dan bijaksana. Sehingga hanya ada 2 (DUA) yaitu Peduli dan Bermanfaat untuk sesama.

Yulianti
Ketua Kohati HMI Cab.Sangatta Komisariat Agroteknologi
Periode 2020-2021