Puluhan Aktivis FSPKEP SPSI dan SPKEP Ikuti Pelatihan ‘Organizing’ Sektor Pertambangan

Kronikkaltim.com – Puluhan aktivis buruh yang tergabung dalam FSPKEP SPSI (Cemwu) dan SPKEP memadati meeting room Swiss Belhotel Balikpapan, sejak Selasa-Rabu (28-29) September 2021. Mereka yang hadir dari berbagai PUK perusahaan dan Pimpinan Cabang (PC) di kabupaten/kota di Kaltim tersebut untuk mengikuti Organizing Sektor Pertambangan gelaran IndustriALL Global Union.

Usai acara, Ketua PC FSPKE SPSI Kutim, Ridwan menyampaikan apresiasinya kepada pihak penyelenggara dan pemateri yang telah menyelenggarakan kegiatan dengan sukses.

“Saya mengapresiasi kegiatan ini yang sudah berjalan dan konsisten terus dilaksanakan,” ujarnya.

Dia menjelaskan para aktivis buruh terbantu dengan kegiatan ini meskipun mereka harus menempuh perjalanan yang cukup jauh.

“Kegiatan ini bagus sekali. Harapan kami kedepan masuk pada pelatihan advokasi sekaligus kiat-kiat atau cara membuat PKB yang baik dan benar,” tutur Ridwan.

Sebelumnya, Ketua IndustriALL Indonesia Council, Iwan Kusmawan yang menggawangi pelatihan hadir menyampaikan materi via virtual. Menurutnya, implementasi kegiatan yang dilaksanakan menjadi output yang diutamakan oleh projek sebagai parameter bagi peningkatan dalam projek IndustriALL – SASK dalam membangun kekuatan
serikat pekerja.

Dampak Omnibus law pada pekerja

Sementara itu, Pengurus Pusat FSPKEP SPSI (CEMWU), Sulistiyono, S.H yang mengawali materinya tentang dampak Omnibus law atau UU Cipta kerja (Ciptaker) pada pekerja/buruh. Dia menyebut tujuh dampak Ciptaker terhadap pekerja, yaitu: tenaga kerja asing (TKA) mudah bekerja di Indonesia.

Kemudian. “Timbulnya jenis hubungan kerja magang, outsorching bebas untuk semua jenis pekerjaan dan kemudahan untuk melakukan PHK, berkurangnya kompensasi atas PHK, waktu kerja lembur tambah, UMK tidak wajib dan tidak ada lagi UMSK,” urai pria yang karib disapa Bung Sulis itu.

Selanjutnya, bung Sulis memaparkan dasar hukum pekerja/buruh. Diantaranya, UU No 21 tahun 2000, UU No 13 Tahun 2003, UU No 02 Tahun 2004, UU No 11 tahun 2020, PP No 34 Tahun 2021, PP No 35 tahun 2021, PP No 36 Tahun 2021, dan PP No 37 Tahun 2021.

Bung Sulis dalam hal ini menguraikan perubahan UU No 13 Tahun 2003 dengan UU 11 tahun 2020 dan PP 34 Tahun 2021 yang mana dalam regulasi tersebut, diantaranya mengatur mengenai ruang lingkup TKA. Disamping itu, dia menjelaskan mengenai pasal 44 dan 46 dalam UU No 13 Tahun 2003 yang disebut dihapus dalam UU 11 Tahun 2020.

Selain itu, mengenai kerja waktu tertentu (PKWT). Menurutnya, dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa PKWT ditentukan jangka waktu kerjanya. Apabila jangka waktu telah habis, karyawan bisa diangkat menjadi karyawan tetap.

Aturan ini tercantum dalam Pasal 59 ayat 4 yang berbunyi: (4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

Namun, dalam UU Ciptaker, ketentuan Pasal 59 ayat 4 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 59 ayat 4 UU Ciptaker tidak mencantumkan batas waktu paling lama untuk pekerja PKWT. Berbeda dengan UU No 13/2003, yang mencantumkan paling lama 2 tahun. Kendati demikian, ada penjelasan bahwa aturan detailnya diatur dalam peraturan pemerintah

Untuk hal tersebut, Bung Sulis menyatakan, Pasal 57 UU 13 tahun 2003 frasa beralih jadi PKWTT dihapus di UU 11 2020. (*).

Penulis: Sekretaris PC SPKEP SPSI Kutim, Imran