Spirit Lom Plai, Hari Raya Adat Masyarakat Wehea

Kronikkaltim.com – Alunan musik sampe’ dari pengeras suara memecah kesunyian di jalan beton pemukiman Desa Nehas Liah Bing. Kala itu, April 2017 silam, sore menjelang senja tak banyak lalu lalang. Sebagian besar warga sudah di rumah, bersiap menyambut “Hari Raya” adat dalam balutan ritual Lom Plai.

Persiapan puncak Lom Plai, diawali dengan Ngesea Egung atau Malu Gong. Ngesea Egung adalah pemukulan gong tanda persiapan Lom Plai yang disebut Naq Jengea dimulai. Puluhan pria di Desa Nehas Liah Bing turun ke jalan untuk menghias kampung.

Mereka memasang janur kuning di sepanjang jalan yang melintasi pemukiman. Agar lebih semarak dan memikat, mereka membuat pengsut, rautan kayu serupa bunga menjuntai dengan warna merah, kuning dan hijau di ujung bagian bawah. Pengsut dipasang di beberapa titik di tepi jalan pemukiman.

Sementara di tepi sungai, sekelompok pria juga sibuk membangun pondok darurat bertiang kayu dan beratap daun nypah. Pondok itu dipersiapkan untuk menyaksikan atraksi tarian perang-perangan, dan pacuan perahu di Sungai Wehea.

Di setiap rumah, warga membuat Ledok atau panji dengan tiang dari pohon bambu sekitar 15 meter. Di ujung tiang bagian atas, terpasang kain batik serupa bendera untuk menunjukkan kejayaan masyarakat etnis Dayak Wehea.

“Panji ini juga dipasang di setiap kepala tangga turun ke sungai, sebagai tanda kebesaran dan kejayaan suku Wehea,” kata Kepala Adat Wehea, Ledjie Taq.

Gotong royong persiapan Lom Plai berlangsung hingga sore. Selain membangun pondok darurat, dan hiasan kampung, warga Nehas Liah Bing mulai menurunkan perahu untuk penyelenggaran araksi sungai.

Sejumlah tetua adat juga mempersiapkan daun kayu untuk ritual adat. Daun kayu tersebut dismpan di sudut pemukiman yang berada di bagian hulu Sungai Wehea. Mereka juga mempersiapkan perlengkapan ritual adat lainnya, seperti tempat sesaji anak ayam, serta telur ayam kampung.

Persiapan Lom Plai berlanjut hingga malam hari. Sebagian warga mulai membuat lemang atau dalam bahasa Wehea disebut Pluq. Tidak jauh berbeda dengan lemang pada umumnya, bahan pluq juga terbuat dari beras ketan, dicampur santan kelapa, lalu dimasukkan kedalam bambu muda. Kemudian dijerang di dalam api kayu bakar.

“Biasanya pembuatan pluq dimulai pukul 04.00 pagi, tapi sebagian sudah ada yang memulai sore atau malam hari menjelang puncak Lom Plai,” kata Leaji. (*).

IMRAN R SAHARA