Warisan Ki Hadjar Dewantara dan Jalan Panjang Menuju Akses Pendidikan untuk Semua

Kronikkaltim.com – Setiap tanggal 2 Mei, Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Tanggal ini dipilih untuk menghormati kelahiran Ki Hadjar Dewantara, tokoh pelopor pendidikan nasional sekaligus pendiri Taman Siswa, sebuah institusi pendidikan yang dibangun sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem kolonial yang diskriminatif.
Dalam masa penjajahan Belanda, akses pendidikan sangat terbatas bagi pribumi. Sekolah hanya diperuntukkan bagi kalangan bangsawan atau anak-anak Eropa. Ki Hadjar Dewantara yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat melihat ketidakadilan itu sebagai ancaman masa depan bangsa. Ia kemudian menggagas pendidikan yang inklusif, merakyat, dan berakar pada kebudayaan Indonesia.
Semboyannya yang terkenal, “Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”—yang berarti di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang memberi dorongan—menjadi filosofi abadi dalam dunia pendidikan Indonesia.
Ki Hadjar Dewantara juga dikenal sebagai menteri pertama pengajaran dalam kabinet pertama Republik Indonesia. Di bawah kepemimpinannya, pendidikan mulai dibuka lebih luas bagi rakyat, meski masih menghadapi tantangan infrastruktur, guru, dan akses.
Seiring berjalannya waktu, pendidikan di Indonesia mengalami berbagai perubahan dan pembaruan: dari era Orde Lama yang menekankan nasionalisme, Orde Baru dengan sistem sentralisasi, hingga era reformasi yang mulai menekankan pemerataan, otonomi daerah, dan digitalisasi pembelajaran.
Namun, tantangan belum selesai. Saat ini, Indonesia masih bergelut dengan isu kesenjangan akses pendidikan antarwilayah, kualitas guru yang belum merata, serta tantangan era digital yang menuntut sistem pendidikan beradaptasi lebih cepat.
Peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan kembali cita-cita Ki Hadjar Dewantara: bahwa pendidikan bukan sekadar instrumen formal, tetapi alat pembebasan, pemberdayaan, dan pengangkat derajat bangsa.
Pendidikan adalah hak, bukan hak istimewa. Dan seperti yang diwariskan Ki Hadjar Dewantara, pendidikan sejatinya harus berpihak pada rakyat.(*)