Kebijakan Baru Menaker Hapus Batas Usia dalam Rekrutmen: Siapkah Perusahaan Berubah?

Ilustrasi
Kronikkaltim.com – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli resmi menghapus ketentuan batas usia dalam proses rekrutmen tenaga kerja. Kebijakan ini ditandai dengan diterbitkannya Surat Edaran (SE) yang menekankan prinsip non-diskriminasi dalam lowongan kerja.
“SE ini diterbitkan untuk mempertegas komitmen pemberi kerja terhadap prinsip non-diskriminasi dan pedoman jelas agar rekrutmen kerja dilakukan objektif dan adil,” kata Yassierli dalam konferensi pers di kantor Kemenaker, Jakarta, seperti diberitakan detikFinance pada Rabu (28/5/2025).
Langkah ini menjawab keresahan lama pencari kerja di Indonesia, khususnya kelompok usia 35 tahun ke atas, yang selama ini terpinggirkan oleh praktik pembatasan usia di hampir semua sektor kerja formal. Tak jarang, kriteria seperti “maksimal 25 tahun”, “belum menikah”, atau “berpenampilan menarik” menjadi penghalang masuk dunia kerja yang tidak selalu relevan dengan kompetensi.
Yassierli menyebut, praktik semacam itu bukan hanya keliru secara moral, tapi juga mengabaikan potensi besar tenaga kerja non-muda yang masih produktif. “Pembatasan usia hanya dapat dibenarkan dalam kondisi tertentu, misalnya karena karakteristik pekerjaan yang secara nyata berkaitan dengan usia,” ujarnya.
Namun, ia menegaskan, pengecualian tersebut tidak boleh menjadi dalih untuk tetap melanggengkan diskriminasi yang merugikan masyarakat secara umum.
Kebijakan ini juga menyentuh isu lain yang kerap terpinggirkan: penyandang disabilitas. Dalam SE tersebut, Kemenaker mewajibkan agar rekrutmen kerja dilakukan tanpa diskriminasi, termasuk terhadap penyandang disabilitas. Proses rekrutmen juga diwajibkan berlangsung secara jujur, transparan, dan melalui kanal resmi, untuk mencegah praktik pemalsuan, penipuan, dan percaloan.
“Para pemberi kerja dalam memberikan lowongan dilakukan secara benar, jujur dan transparan melalui kanal resmi guna menghindari penipuan pemalsuan, dan percaloan yang merugikan pencari kerja,” lanjut Yassierli.
Meski menuai apresiasi dari aktivis ketenagakerjaan dan komunitas pencari kerja, kebijakan ini menghadapi tantangan besar di lapangan. Dunia usaha di Indonesia masih banyak yang memegang paradigma lama soal efisiensi usia muda dan penampilan fisik.
Penghapusan batas usia bukan hanya soal surat edaran, tapi juga menuntut perubahan pola pikir di level praktis: dari HRD, manajemen perusahaan, hingga biro jasa rekrutmen. Tanpa pengawasan dan sanksi yang tegas, tidak tertutup kemungkinan SE ini hanya jadi formalitas di atas kertas.
Terobosan ini dinilai sebagai sinyal kuat dari pemerintah untuk merombak wajah pasar kerja Indonesia agar lebih inklusif dan adil. Namun banyak pihak berharap ini bukan kebijakan satu arah. Perlindungan terhadap pekerja senior, jaminan pelatihan ulang, dan akses ke lowongan berbasis kompetensi harus menjadi bagian dari ekosistem reformasi ketenagakerjaan yang lebih luas.
Apakah dunia usaha siap menyesuaikan diri? Ataukah surat edaran ini justru akan membuka babak baru tarik-ulur antara regulasi progresif dan resistensi praktik konvensional?
Satu hal yang jelas: langkah Kemenaker ini telah memicu perbincangan luas soal hak dasar untuk bekerja tanpa syarat usia. Dan itu adalah percikan awal dari perubahan yang lebih besar.(*)