DPRD Kaltim Desak Tambahan Bankeu, Infrastruktur Penyangga IKN Dinilai Terabaikan

Abdurahman KA

Kronikkaltim.com – Ketika Ibu Kota Nusantara (IKN) dikebut penyelesaiannya di jantung Kalimantan Timur, dua daerah yang menjadi akses utama ke kawasan itu justru tertinggal dari sisi infrastruktur. Kabupaten Paser dan Penajam Paser Utara (PPU), yang secara geografis dan logistik strategis, kini menghadapi stagnasi pembangunan jalan yang dinilai mengancam kesiapan konektivitas IKN.

Kondisi ini mencuat dalam sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur. Dalam pernyataan terbarunya, Komisi III menegaskan permintaan kepada Pemerintah Provinsi agar meningkatkan alokasi bantuan keuangan (bankeu) dalam rencana anggaran tahun mendatang.

“Bankeu untuk 2025 sekitar lebih dari Rp200 miliar. Namun, ini masih kurang untuk memenuhi kebutuhan pembangunan jalan yang sangat mendesak, terutama di dua daerah penyangga IKN,” ujar Sekretaris Komisi III DPRD Kaltim, Abdurahman KA, Jumat (23/5/2025).

Pernyataan itu tidak datang tanpa dasar. Sejak penetapan IKN di wilayah Kaltim, infrastruktur jalan menjadi tumpuan penting untuk mobilitas tenaga kerja, distribusi material konstruksi, hingga pelayanan publik lintas wilayah. Namun, realitas di lapangan tak sejalan dengan skema besar yang dicanangkan pemerintah pusat.

Di Kabupaten Paser, dua ruas jalan yang berstatus jalan provinsi—Janju–Jone–Pondong Baru dan Kerang–Tanjung Aru—sudah dalam kondisi relatif baik. Tetapi selebihnya, delapan ruas jalan lainnya belum terjamah perbaikan karena bukan masuk dalam tanggung jawab provinsi. Padahal menurut data Dinas Pekerjaan Umum setempat, anggaran yang dibutuhkan untuk peningkatan delapan ruas jalan itu menyentuh angka Rp1,2 triliun.

Masalah bertambah pelik karena status jalan menjadi faktor pembatas bagi kucuran dana. Status non-provinsi membuat akses terhadap pendanaan pembangunan menjadi tidak prioritas, meskipun urgensinya tinggi.

Sementara itu di PPU, persoalan muncul pada ruas jalan Ambulu–Minung yang kualitasnya belum memadai. Jalur ini merupakan salah satu penghubung penting yang dituntut mampu mendukung pergerakan logistik menuju IKN. Walaupun perbaikan telah dilakukan, belum ada jaminan jalan ini dapat menunjang kelancaran konektivitas strategis.

“Jika dua kabupaten penyangga ini mengalami keterlambatan pembangunan, maka IKN juga akan terkena dampaknya. Oleh karena itu, bankeu harus diperbanyak dan tepat sasaran,” kata Abdurahman lagi.

Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran akan efek berantai dari pembangunan yang timpang. Di tengah ambisi nasional membangun pusat pemerintahan baru, fondasi fisik di daerah sekelilingnya belum kokoh berdiri. Konsekuensinya bukan hanya soal keterlambatan, tetapi juga potensi kemacetan logistik dan kesenjangan akses layanan dasar.

Abdurahman pun mengingatkan bahwa pemerataan perhatian sangat penting dijaga. Ia menyebut bahwa kondisi jalan provinsi yang hampir 100 persen baik di Paser tak seharusnya membuat daerah itu luput dari dukungan lanjutan.

“Kita harus melakukan pemerataan perhatian. Jangan sampai karena jalan provinsi di Paser hampir 100 persen baik, lalu tidak ada lagi anggaran yang dialokasikan. Pembangunan di daerah penyangga harus tetap diperhatikan,” tegasnya.

Permasalahan ini bukan hanya berkaitan dengan status jalan atau besaran dana, tetapi juga menyangkut urgensi penyesuaian kebijakan tata kelola pembangunan daerah. Abdurahman mengusulkan agar jika peningkatan status jalan belum memungkinkan, maka skema bankeu harus dioptimalkan sebagai alternatif transisi yang realistis.

“Jika peningkatan status belum memungkinkan dalam waktu dekat, skema bankeu dinilai sebagai solusi transisi yang paling rasional untuk saat ini,” ujarnya.

Dengan keberadaan tujuh legislator dari daerah pemilihan PPU dan Paser, DPRD Kaltim memastikan akan terus mengawal isu ini. Namun pada akhirnya, tanggung jawab nyata ada di tangan Pemerintah Provinsi sebagai pengelola anggaran dan perencana pembangunan.

“Ini bukan hanya soal dapil, tetapi menyangkut posisi Kaltim sebagai daerah masa depan Indonesia. Oleh karena itu, kita semua harus memastikan infrastruktur dasar, seperti jalan, benar-benar siap,” pungkas Abdurahman.

Kalimantan Timur sedang memikul beban besar sebagai tuan rumah Ibu Kota Negara. Namun pembangunan tak bisa bertumpu pada satu titik dan melupakan tulang punggungnya. Apa gunanya kemegahan gedung pemerintahan di IKN jika akses menuju ke sana terhambat jalan rusak dan sempit?

Lambatnya alokasi bankeu yang signifikan bagi wilayah penyangga menimbulkan pertanyaan mendasar. Ini soal seberapa serius komitmen daerah dalam menyokong proyek strategis nasional? Dan lebih jauh, apakah pembangunan IKN akan benar-benar membawa pemerataan, atau justru memperlebar ketimpangan antarwilayah?. (adv-DPRD KALTIM)