Bonus Demografi Tak Akan Berarti Jika Anak Muda Dibiarkan Sendiri

Dr. Agusriansyah Ridwan, S.IP., M.Si
Agusriansyah Ridwan: Bonus Demografi Bisa Jadi Berkah, Bisa Juga Jadi Bencana
Kronikkaltim.com — Indonesia tengah memasuki masa krusial dalam sejarah demografinya: bonus demografi. Dalam periode ini, proporsi penduduk usia produktif (15–64 tahun) jauh lebih besar dibandingkan usia non-produktif. Bagi sebagian negara, fase ini menjadi titik tolak lonjakan pembangunan. Tapi menurut anggota DPRD Kalimantan Timur, Dr. Agusriansyah Ridwan, S.IP., M.Si, potensi ini tidak datang otomatis sebagai berkah—ia bisa berubah menjadi bencana jika tidak dikelola dengan tepat.
“Jumlah besar usia produktif adalah peluang. Tapi peluang hanya berarti kalau generasinya diberi bekal, bukan dibiarkan bertarung sendiri dalam kondisi yang timpang,” ujar Agusriansyah dalam pernyataannya belum lama ini.
Agusriansyah menyatakan, pendidikan merupakan pilar utama dalam memanfaatkan bonus demografi. Bukan hanya soal angka partisipasi sekolah, tetapi kualitas pengajaran, kesesuaian kurikulum dengan kebutuhan zaman, serta karakter yang dibentuk melalui sistem pendidikan.
“Tanpa keterampilan dan pengetahuan yang relevan, generasi produktif justru bisa jadi generasi penganggur,” kata politisi asal Kutai Timur ini.
Agusriansyah juga menekankan pentingnya pemerataan akses pendidikan, termasuk bagi daerah-daerah terpencil di Kalimantan Timur. Menurutnya, ketimpangan infrastruktur pendidikan dapat menciptakan kesenjangan sosial dan memperbesar potensi konflik antargenerasi.
Tak hanya soal pendidikan, Agusriansyah juga menyoroti pentingnya menyediakan ruang kehidupan yang layak bagi generasi muda. Ini meliputi akses terhadap pekerjaan yang manusiawi, lingkungan yang aman dan sehat, perumahan, layanan kesehatan, serta keterlibatan dalam pengambilan keputusan publik.
“Kita tidak bisa bicara pertumbuhan ekonomi kalau anak muda tidak punya tempat untuk tumbuh secara layak. Mereka butuh ruang hidup yang mendukung, bukan hanya ruang bertahan hidup,” tambahnya.
Agusriansyah menggarisbawahi bahwa pembangunan ekonomi harus paralel dengan pembangunan manusia. Jika tidak, bonus demografi akan menjadi ironi: usia produktif mendominasi, tapi kesejahteraan justru tertinggal.
Selain itu, Agusriansyah menyampaikan keprihatinan atas potensi “beban demografi” jika momentum ini tidak dijaga. Alih-alih menjadi pendorong pertumbuhan, jumlah besar usia produktif bisa berbalik menjadi sumber masalah sosial—pengangguran massal, kemiskinan struktural, dan meningkatnya ketimpangan sosial.
“Bonus demografi bukan jaminan emas. Ia seperti tanah subur yang harus ditanami dengan benar. Kalau dibiarkan, malah bisa jadi lahan konflik,” ujarnya.
Sebagai legislator daerah, Agusriansyah menyerukan agar kebijakan pembangunan di Kalimantan Timur lebih terfokus pada investasi sumber daya manusia. Hal ini, menurutnya, lebih penting dari sekadar proyek infrastruktur fisik.
Agusriansyah juga mendorong agar pemerintah daerah menyusun kebijakan jangka panjang yang mendukung ekosistem anak muda: dari pelatihan vokasi yang relevan, pembinaan wirausaha muda, hingga partisipasi generasi Z dalam politik dan ruang publik.
“Kita tidak hanya perlu membangun jalan, tapi juga membangun jiwa dan mimpi anak muda di Kaltim. Karena dari mereka, masa depan Indonesia akan diukir,” tutupnya.(Adv-DPRD Kaltim/Imran).