Mediasi Putusan Sela MK Tidak Berarti Larangan Pembangunan Kampung Sidrap

Anuar Bayu Irawan SH MH

Kronikkaltim.com – Sengketa tapal batas antara Bontang dan Kutai Timur (Kutim) kembali menjadi perhatian setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan sela dalam perkara Nomor 10-PS/PUU-XXII/2024. Putusan ini berisi perintah mediasi yang melibatkan Pemkot Bontang, Pemkab Kutim dan Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar) guna menyelesaikan persoalan batas wilayah dan rencana perluasan Kota Bontang dalam waktu tiga bulan sejak putusan dibacakan.

Menanggapi putusan tersebut, Pemkab Kutim melalui Kepala Bagian Hukum Setda Kutim, Anuar Bayu Irawan SH MH, menegaskan bahwa putusan sela MK tidak dapat dimaknai sebagai larangan bagi pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan, khususnya di wilayah yang menjadi objek sengketa.

“Kami menghormati putusan sela Mahkamah Konstitusi, namun putusan ini memerintahkan Gubernur Kalimantan Timur untuk memfasilitasi mediasi antar pihak yang bersengketa, bukan melarang pemerintah daerah beraktivitas atau membangun,” ujar Anuar, dalam keterangan tertulisnya, Selasa malam (20/5/2025).

Anuar menambahkan, Pemkab Kutim akan segera berkoordinasi dengan Gubernur serta pihak terkait untuk menjalankan proses mediasi sesuai perintah MK. Di saat yang sama, pelayanan publik dan pembangunan di wilayah desa yang masuk dalam kawasan sengketa akan tetap dilanjutkan sebagai bagian dari upaya Pemkab Kutim meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Kesejahteraan masyarakat menjadi prioritas utama kami. Oleh karena itu, pembangunan dan pelayanan publik di desa-desa seperti Kampung Sidrap akan terus berjalan meskipun sedang ada proses mediasi sengketa batas,” jelasnya.

Selain itu, Anuar menyampaikan bahwa Pemkab Kutim juga terus mengupayakan pemekaran Desa Persiapan Mata Jaya, Kecamatan Teluk Pandan, yang diajukan sejak 2017 oleh Desa Martadinata. Langkah ini dianggap penting untuk mempercepat pembangunan, pemerataan layanan publik, dan peningkatan daya saing desa.

“Pemekaran desa merupakan bagian dari strategi kami untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemerintahan sekaligus mempercepat kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Anuar juga menyampaikan optimisme bahwa wilayah yang disengketakan akan tetap menjadi bagian dari Pemkab Kutim, namun hal ini harus diselesaikan dengan sikap saling menghormati antar pemerintah daerah dan melalui jalur hukum yang berlaku.

“Kami tetap optimis dan menghargai proses hukum. Sikap saling menghormati antara Pemkab Kutim, Pemkot Bontang, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Pusat sangat kami junjung tinggi,” pungkasnya.(im)