Warna Hitam dan Oranye Mendominasi Pendopo Bukit Pelangi, Simbol Setia Para Relawan ARMY

Kronikkaltim.com — Pendopo Rumah Jabatan Bupati Kutai Timur (Kutim) hari ini tampak berbeda dari biasanya. Warna hitam dan oranye mendominasi ruangan dan halaman, dikenakan oleh ratusan relawan yang hadir dalam acara syukuran kemenangan pasangan Bupati dan Wakil Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman dan Mahyunadi (ARMY), Sabtu (20/4/2025).

Bukan sekadar dress code, warna-warna itu menjadi simbol kebersamaan dan loyalitas. Mereka datang tak hanya untuk merayakan hasil Pilkada, tetapi juga menegaskan bahwa perjuangan belum selesai. Dalam suasana hangat dan penuh kekeluargaan, para relawan, partai pengusung, serta tim pemenangan berkumpul untuk mempererat kembali ikatan perjuangan.

Mereka datang dengan wajah cerah dan busana senada—hitam, putih, dan oranye. Bagi yang belum tahu, warna itu bukan kebetulan. Itu adalah warna perjuangan, lambang loyalitas para pendukung pasangan Ardiansyah Sulaiman dan Mahyunadi, yang akrab disingkat ARMY. Mereka berkumpul bukan untuk kampanye, tapi untuk merayakan hasil dari semua perjuangan: syukuran atas kemenangan dan jabatan yang kini telah diemban selama dua bulan terakhir.

“Alhamdulillah, ini acara tim, bukan dari kami. Saya hanya menyediakan tempatnya,” kata Ardiansyah dalam sambutannya yang tenang tapi berisi. Kalimatnya pendek, tapi di balik itu, ada rasa lega dan bangga yang tak bisa ditutupi.

Di sisi lain, Mahyunadi terlihat lebih ekspresif. Suaranya membakar semangat, tapi tetap merangkul.

“Terima kasih kepada semua pejuang, yang terang-terangan maupun yang sembunyi-sembunyi. Sekarang waktunya kita kerja nyata,” ucapnya dengan nada mantap. Ia juga menambahkan bahwa keberhasilan pembangunan di Kutim akan menjadi fondasi mimpi-mimpi yang lebih besar. “Kalau tak berhasil, tak usah mimpi yang muluk-muluk,” ujarnya, disambut tawa kecil penuh arti dari hadirin.

Tak hanya kepala daerah, Ketua Tim Pemenangan ARMY, Agusriansyah Ridwan, juga naik ke podium. Ia bicara tegas tapi membumi.

“Jangan merasa perjuangan selesai. Justru sekarang kita harus lebih solid. Mari jaga amanah ini, kawal program-program yang sudah dijanjikan,” katanya.

Baginya, relawan bukanlah kerumunan yang hanya hidup saat pemilu, tapi bagian penting dari gerak pembangunan. “Kita butuh suara relawan yang jujur, bahkan kalau itu dalam bentuk kritik. Pemerintahan butuh dikawal, bukan dielu-elukan terus-menerus,” tambahnya.

Wakil Ketua Tim Pemenangan, Jimmi—yang juga Ketua DPRD Kutim dari Fraksi PKS—turut menyampaikan pesan yang menguatkan barisan. “Kemenangan ini bukan hanya milik tokoh, tapi milik seluruh rakyat yang berharap pembangunan lebih baik. Peran relawan dan masyarakat tak boleh selesai di bilik suara. Kita harus tetap berjalan bersama, menjaga integritas perjuangan,” ujarnya.

Kastina, perempuan berkerudung oranye yang dipercaya menjadi Ketua Panitia acara, berbicara dengan mata yang nyaris berkaca-kaca saat menyampaikan apresiasi untuk semua yang hadir.

“Ini bukan pesta mewah. Ini pesta hati. Semua disiapkan tanpa sentuh dana pemerintah, murni swadaya dari kami untuk kita semua. Semangat itu masih menyala,” tuturnya.

Suasana haru dan hangat itu diselingi penampilan budaya yang memikat. Salah satu penampilan paling mencuri perhatian adalah Tarian Mallulo, tarian khas Sulawesi Tenggara yang sarat makna tentang persatuan dan penghormatan. Gerakan yang diiringi musik menciptakan atmosfer magis, menyatukan yang hadir dalam satu rasa: bangga, bersyukur, dan bersatu.

Mallulo bukan sekadar hiburan. Di hari itu, ia menjadi simbol bahwa kemenangan ARMY tak hanya soal politik, tapi juga ruang bagi budaya untuk berdiri sejajar, dan masyarakat dari berbagai latar bisa saling rangkul.

Makan siang bersama, nyanyian, dan foto-foto menjadi pelengkap suasana. Tapi lebih dari itu, siang tadi di Pendopo Bupati, yang terjadi adalah pertemuan rasa. Rasa syukur, haru, dan kesadaran bahwa perjuangan belum selesai—ia hanya memasuki babak baru.

Dan di sanalah mereka berdiri. Di antara warna-warni oranye dan hitam yang pekat, para pejuang politik yang hari ini tidak bicara soal kekuasaan, tapi tentang janji yang harus ditepati.(*)