Banjir Sangatta, Terus Bagaimana?

Banjir Sangatta, Terus Bagaimana?

Uce Prasetyo (ist)

Banjir Sangatta, Terus Bagaimana?

Oleh: Uce Prasetyo, Ketua DPC PPP Kutai Timur

Bulan lalu, hampir sepekan. Kehidupan masyarakat Sangatta, lumpuh total. Hampir 40% wilayah pemukiman warga Sangatta tergenang. Antrian mobil yang masuk dan keluar kota, mengular. Berhari hari, macet total.

Tentu banjir itu menyengsarakan masyarakat. Dan semua. Korban banjir banyak yang kelaparan. Karena roda perekonomian macet. Dapur terendam, tak bisa masak. Jalanan tergenang. Kendaraan tak bisa masuk atau keluar.

Sungguh, bantuan sembako dll. Dari banyak perusahaan dan pihak. Akan sangat berguna. Bila di berikan, saat kejadian banjir. Karena lapar tidak bisa menunggu. Dan tak bisa di alihkan waktunya.

Saat banjir, dapur umum pemerintah dan area pengungsian, memang ada. Di bukit pelangi dan halaman BPPD. Tapi tentu tak cukup. Tak mampu menampung banyaknya korban banjir. Masyarakat banyak yang membikin dapur umum. Baik di area dekat banjir. Maupun area tidak banjir, yang menampung pengungsian.

Kedepannya. Mekanisme koordinasi BPPD, dengan RT. Atau masyarakat yang membuat dapur umum. Perlu lebih terbangun dengan baik. RT lah, struktur pemerintahan. Yang betul betul bertindak, bikin kebijakan, bikin keputusan, pelayanan, pada saat banjir melanda. Sayangnya, saat banjir, logistik dapur umumnya hampir tak ada, dari pemerintahan. Yang ada, adalah banyak logistik dari warga untuk warga.

Sebaiknya, pemerintah. Punya, sistem suplai logistik. Yang langsung, bisa distribusikan sembako. Minimal pada hari ke-2, setelah banjir melanda. Terserah, dari APBD atau CSR. Dan pembuat kebijakan, bisa membuat keputusan bertindak, tak harus tunggu hari kerja dan rapat resmi dulu, dengan personel komplit. Era sekarang, rapat bisa dengan Zoom. Sehingga keputusan bisa di buat segera. Dan perut rakyat, korban banjir pun segera terisi.

Paska banjir. Korban banjir, berbenah bersih bersih. Menguras air, dan uang tabungan. Untuk perbaikan perkakas rumah yang rusak.

Aktivis penggiat masyarakat pun banyak bertindak. Ada yang bertandang ke DPRD provinsi, pemprov, mencuatkan berbagai issue, bahkan ada yang mengorganisir tuntutan ganti rugi dari Pemda.

Issue, banyak terfokus ke siapa yang bersalah? Siapa yang harus bertanggungjawab? Dan siapa yang bayar ganti rugi? Itu baik dan sah saja. Tupoksi penggiat memang itu. Tapi akan panjang dan lama proses nya. Psikologi dasar manusia, tak ada siapapun / pihak manapun yang suka di salahkan.

Sembari itu berproses. Energi semua pihak, lebih efektif. Bila di fokuskan untuk cari solusi. Apa, Siapa dan bagaimana berbuat agar bisa mencegah banjir ini tidak terjadi lagi?

Penyebab utama banjir, sangat jelas. Air melimpah, melebihi kapasitas tampung sungai. Kenapa bisa melimpah? Tentu banyak faktor. Pertama : Kuantitas hujan meningkat. Kedua : Rona wilayah tangkapan air hujan sudah berubah. Perkebunan dan tambang tentu turut berperan. Ketiga : kapasitas tampung sungai sudah menurun. Drastis.

Curah hujan, itu diluar kendali manusia. Kebun dan tambang, sudah berjalan. Sah, berizin, memberikan banyak kontribusi. Pajak, royalti, perekonomian masyarakat. Dan jadi piring nasi banyak orang. Termasuk banyak dari korban banjir.

Maka faktor ketiga, yang bisa kita perbuat. Mempermak sungai. Agar mampu menampung air yang melimpah.

Untuk mempermak sungai, para penggiat banyak memunculkan ide ide. Terangkum dalam 3 pilihan (mazab).
Pertama : Mazab kecepatan. Yaitu air sungai di percepat segera masuk ke laut, dengan menyudet sungai yang berbelok belok atau bikin alur sungai lurus ke laut. Sayangnya, jurus ini tak ampuh bila menghadapi, pasang laut. Bila air sungai melimpah, dan laut pasang. Yang ada, air laut yang masuk ke sungai. Bukan air sungai yang masuk ke laut.

Kedua : Mazab Volume. Daya tampung sungai di tingkatkan. Di lakukan pengerukan, atau di bikin tanggul 2-3 meter kanan kiri sungai. Untuk area non pemukiman, relatif mudah, yang agak sulit, untuk area pemukiman di pinggir sungai. Butuh extra anggaran / tali asih untuk pembebasan pemukiman.

Ketiga : Mazab pencegatan air. Sebanyak apapun air yang melimpah, tak jadi soal. Asal air tetap di Sungai atau biarkan juga meluap asal tidak di pemukiman / kebun masyarakat.

Suplaier air yang berkontribusi jadi banjir Sangatta adalah : Pertama : daerah hulu (area tambang, kebun sawit dan rantau pulung). Kedua : kanal air di samping Panorama dan kantor KNE, di saat normal, ini tidak jadi soal. Di saat sungai meluap, ini akan meluap ke pemukiman masyarakat di sepanjang jalur aliran. Ketiga : air dari parit parit dalam kota.

Yang sangat dominan adalah air dari hulu Ranpul. Maka cegat saja jalur nya, dengan membuat bendungan (barrage / dam) di atas Kabo. Tentu air akan meluap ke kanan kiri hutan di atas bendungan. Sekalian, di buat tanggul di lahan TNK (setelah ada izin). Buat seluas luasnya. Biarkan air meluap, di area hutan di TNK. Biar seminggu, tak ada yang di rugikan.

Bila duitnya ada. Melakukan ketiga hal sekaligus bisa di lakukan. Terutama bila di keroyok, APBN untuk bendungan, Provinsi untuk pengerukan atau tanggul. Drainase dalam kota oleh kabupaten. Dan dam area tambang oleh perusahaan, yang ditutup saat sungai banjir, di buka setelah banjir surut.

PR Pemda dan DPRD Kutim adalah berkomunikasi secara intensif dan efektif, dengan pembuat kebijakan anggaran angaran itu semua. Terutama provinsi dan pusat. Duit SPPD untuk pejabat dan ASN, sangat bermanfaat. Bila di arahkan untuk menyongsong, menjemput dan mengawal anggaran anggaran itu.

Bila tidak terwujud ketiganya, fokuskan ke salah satu solusi yang bisa di pilih misal tanggul kanan kiri sungai sepanjang pemukiman penduduk.

Di pundak bapak ibu pejabat pejabat, yang telah dipilih rakyat. Harapan masyarakat di gantungkan.