Ketika Aliansi Jurnalis Kutai Timur Sambangi Rumah Produksi Gula Gait Sangkulirang

Kronikkaltim.com –  Matahari berada di tengah-tengah teriknya ketika beberapa rekan-rekan media yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Kutai Timur atau AJKT sedang bersantap makan siang disebuah warung makan disudut depan pasar tradisional Kecamatan Sangkulirang, Kutai Timur, Kaltim.

Nampak sesuatu yang menarik perhatian kepada siapa saja yang masuk ke warung makan tersebut. Sebuah mika berukuran kecil yang berisi beberapa cemilan yang sekilas terlihat seperti beberapa batang kayu, yang membuat salah satu rekan media tergugah untuk mengambil dan membukanya diatas meja anggota-anggota yang lain.

Tanpa menunggu lama, ” Ini sudah yang namanya gula gait, makanan khasnya orang-orang sini,” ujar Dhani, salah satu rekan media yang terbilang akrab dengan wilayah ini. Minggu, 2 Mei 2021. “Saya harus bawa pulang ini,” Sontak ketua AJKT Sukriadi yang baru saja menyantap gula gaitnya “Langsung aja kita ke tempat produksinya disini, kebetulan saya ada teman disitu,” tanggap Arman salah satu anggota AJKT, yang dulu pernah menetap di kecamatan Sangkulirang. “Pas sudah itu,” seru mereka.

Beralamat di Jalan M. ALwie, RT. 13 Desa Benua baru ulu, Sangkulirang. Awak media yang ada itu pun langsung bertolak menuju rumah produksi. Rumah itu hanya rumah biasa seperti pada umumnya rumah-rumah di lingkungan tersebut dan membuatnya pun cukup di dapur saja dan tidak perlu ruangan yang luas dengan segala perabot canggih. hanya sebuah loyang, kompor, baki, gunting, dan tiang pengaitnya yang terbuat dari kayu.

Pemiliknya adalah Ibu Rohani, dimana yang menurut ibu rohani ini berawal dari keahlian nenek diturunkan kepada ibunda ibu rohani yang kemudian memasarkan gula gait ini. Ibu rohani adalah generasi satu satunya dari keluarganya yang masih meneruskan usaha Gula gait ini dan diantara saudara-saudaranya yang lain, memang hanya dia yang ahli dan menekuni bidang ini.

Ibu rohani juga membagi resep cemilan khas ini kepada awak media serta tahapan awal pembuatannya. “Gula merah aja, Gula aren campur gula pasir sama air, sudah. Gula merahnya 2kg gula pasirnya 1kg begitu,” jelasnya

“Terus nanti di rebus sekitar 1 jam lah. nah kalo ini sekarang tahap pendinginan”, melanjutkan sambil menjawab beberapa pertanyaan dari rekan jurnalis Halokaltim.com Andika-grup kronikkaltim.com. “Berapa lama bu kalo tahapan pendinginannya ini,” tanya dika. “Ya 20 menitlah,” jawabnya. “Sambil diaduk-aduk gitu Bu,” Dika coba menggali. “Nggk usah dibalik balik gini aja sampai kental baru nanti digait,” kembali Rohani menjawab sembari memperhatikan adonanya yang mulai mengental.

Menurut penjelasan rohani, makanan ini diberi nama gula gait, karena cemilan lawas orang Kutai ini berbahan dasar gula merah aren dan gula pasir yang di gait hingga berbentuk serat dan dipotong menyerupai batang kayu kecil. Gula merah yang digunakan pun tidak boleh sembarangan, karena akan merubah cita rasa dan wujud serat gula gait itu sendiri.

“Nah! sekarang kita sampai dibagian intinya inti” “Fair…Gait…..Gait”

Pada tahapan ini, adonan yang tadi di dinginkan dan sudah mengental, kemudian digait atau ditarik menggunakan alat pengait tradisional yang ada di dapur Ibu rohani, adapun alat tersebut adalah kayu berupa tongkat yang diletakan secara horizontal pada sebuah tiang yang menopangnya.

“Ayo siapa yang mau nyoba gait nya sini gakpapa,” tawar rohani kepada rekan-rekan media yang kemudian saling menunjuk satu sama lain “hahaha”, Direktur media Kronik Kaltim Arman Amar pun menggugah rasa penasarannya dengan turut mengaitkan adonan ke alat pengait melalui instruksi dari ibu rohani. “Ya begitu, tarik ke sebelah kiri ya baru masukan ya,” kata rohani sambil diiringi gelak tawanya.

Setelah digait hingga berbentuk menyerupai serat kayu, adonan di hampar memanjang ke atas alas, yang kemudian gula gait pun dipotong kecil seperti batang kayu sebelum akhirnya dikemas.

Rohani memberi harga untuk setiap per biji gila gait dengan harga Rp 1000,- (seribu rupiah) saja, tak heran bila banyak para wisatawan dari luar Sangkulirang yang datang memborong Gula gait ibu rohani itu.

Cemilan yang satu ini memang dijamin akan memanjakan lidah penikmatnya, hingga tak jarang para wisatawan yang mencobanya terpikat dengan rasa manisnya yang legit. Kebanyakan para pengunjung menjadikan Gula gait sebagai oleh-oleh untuk sanak saudara serta kerabat saat pulang ke daerahnya.

“Saya mau beli bu’ buat bawa ke Sangatta, tapi yang baru ini ya,” kata sukri. “Ah sama aja yang ini kah yang itu, haha,” sindir Ardhan redaktur fokus Kaltim bergurau yang diiringi dengan gelak tawanya. (*).